Siapa sih yang nggak suka cerita? Hampir semua orang suka akan cerita. Tak terkecuali bayi. Meskipun si bayi belum bisa memahami makna cerita yang diceritakan.
Kisah Nabi Adam Alaihissalam belum selesai aku ceritakan pada Salman. Siang hari setelah kenyang menyusui, ia tak langsung tertidur pulas. Namun matanya terbuka lebar dan seakan minta untuk ditemani bermain.
Kebetulan siang hari suami sudah pulang dan kita berdua menemani Salman bermain. Saat menyusui aku telah melanjutkan cerita tentang Nabi Adam yang termakan tipu muslihat iblis untuk memakan buah larangan Allah.
Kemudian cerita pun dilanjutkan oleh ayahnya Salman dengan menggunakan Bahasa Jawa krama ketika Nabi Adam dan Hawwa dipisahkan antara bumi India dan Arab kemudian ketika dipertemukan mereka berdua saking rindunya berpelukan selama tujuh hari tujuh malam.
Pada akhir ceritanya si ayah memberi nasehat untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Kemudian suamiku memintaku untuk melanjutkan cerita. Namun Salman hampir menangis.
Aku melihat di sekitar kasur ada boneka bundar berwarna kuning bergambarkan mobil lucu dan aku langsung mengambil boneka itu. Aku seolah-olah membuat boneka itu bisa berbicara dengan nada yang kubuat seunik mungkin.
Awalnya Salman ingin menangis namun mendengar suaraku dan melihat boneka kuning itu langsung tangannya serasa ingin menggapai boneka itu dan mulutnya membuka lebar tersenyum dan mengeluarkan suara. Seolah dia mengerti apa yang aku katakan.
Menarik juga bercerita pada bayi dengan menggunakan boneka dan kita memainkan intonasi berbicara kita. Anak TK juga suka kalau suaraku kubuat beraneka ragam ketika menceritakan sebuah cerita apalagi bayi.
Selain bercerita tentang Nabi Adam , aku dan suamiku mengajari Salman yang masih usia 1,5 bulan untuk menghafal Surat Al Fatihah. Ketika sampai ayat kedua, suamiku meminta padaku untuk menjelaskan maknanya juga pada Salman.
Aku tersenyum karena Bahasa Jawa Kramaku itu gado-gado. Akhirnya suami yang mengambil peran untuk menjelaskan makna dari mulai bacaan basmallah hingga ayat pertama. Ayat kedua giliranku menjelaskan artinya meski dengan Bahasa Jawa Krama yang gado-gado.
“Anak kecil itu bakalan banyak nanyanya loh dek. Pertanyaannya kebanyakan diawali dengan kata kenapa? Kenapa aku harus sholat? Kenapa sih kita harus baca basmallah. Maka kita harus siap akan pertanyaan itu dan menjawab sesuai ilmunya.” pesan suamiku.
Ada pelajaran berharga kali ini bahwa sebagai seorang ibu memang harus terus belajar agar tidak kewalahan ketika menjawab pertanyaan ‘mengapa’ dari sang anak.
Ayo semangat belajar para ibu peradaban 🙂
1 comment
hihihi, betul banget.
Anak saya yang pertama tuh, masha Allaaahh cereweeett banget.
Kenapa begini, kenapa nggak begitu, itu kenapa, ini kenapa.
Terus senang banget kalau saya mendongeng, meski dongengnya saya karang, dia ingat loh, sementara saya lupa hahahahaha