Percakapan senja antara aku dan orang terdekatku sangat berkesan buatku.
Percakapan senja kali ini adalah bersama suamiku. Selepas ashar suamiku makan siang dan aku duduk di sampingnya. Menemani suami sebelum dia pergi lepas landas merajut hari-hari LDM kembali.
Banyak hal yang aku ceritakan saat menemaninya. Aku kemudian menceritakan kisah temanku yang karakternya hampir sama kayak aku. Kalem gitu namun track record menjadi pemimpinnya itu bagus banget dan karirnya selama di kampus sangat meningkat.
Suamiku ketika berdua denganku selalu menjadi pendengar yang terbaik. Alhamdulillah aku senang sekali memiliki suami seperti sekarang ini. Sembari masih mengunyah dan menelan makannya, tangannya sudah mantap berayun seakan mengiringi gaya bicaranya yang mantap setelah selesai menelan makanannya.
“Dek kamu pun bisa menjadi pemimpin yang baik. Apalagi dengan karakter yang adek miliki sekarang ini, hobinya mendengar keluhan orang yang adek pimpin. Bisa jadi kekuatan adek dalam memimpin. Asal adek tidak gampang baperan. Itu aja.”
Hehe aku hanya meringis sejenak. Dalam hati mengatakan.
“This is what I struggle for.”
Setelah itu pun aku melepas suami untuk kembali merajut hari-hari LDM 10 hari ke depan. Selalu berat ketika berpisah sejenak untuk LDM namun dalam hati menguatkan diri sendiri,
“Berilah waktu untuk suamimu berbakti kepada orang tuanya maka insya Allah kau pun akan mendapat pahala karena membantu suami berbakti pada orang tuanya.”
Ah jadi ingat perkataan seorang teman.
“Ketika kamu sudah menikah gampang untukmu meraih surga. Cukup berbakti dengan suami. Namun jangan halangi suamimu untuk mendapat surganya dengan berbakti kepada kedua orang tua.”
Jadi poin dalam berkomunikasi produktif yang aku pelajari dari suamiku adalah, ketika memberi masukan ia selalu memuji apa yang menjadi potensiku dengan menambahkan saran di akhirnya hingga akhirnya aku tidak gampang baper dan tersinggung