CEO perusahaanku di Ekipa Agile Consultancy, Hugo Messer, pernah bercerita bahwa suatu ketika ia diminta menjadi pembicara di sebuah conference yang dihadiri lebih dari 200 orang. Topik yang dibawakan saat itu adalah tentang agility, entrepreneurship, dan innovation. Saat itu, ia bertanya pada peserta siapa saja yang sudah menggunakan Chat GPT? Dan ternyata hanya beberapa orang saja yang mengacungkan tangan. 

Cerita itu membuatku juga bertanya-tanya, saat orang di luar negeri sudah bereksperimen menggunakan Chat GPT dan Artificial Intelligence (AI) untuk mengefisienkan pekerjaannya, ternyata di Indonesia masih belum sefamiliar itu. Apakah ini juga pengaruh sistem pendidikan kita? 

Apa Itu Chat GPT dan Artificial Intelligence (AI)?

Tunggu, apakah kamu yang membaca tulisan ini juga belum familiar dengan Chat GPT dan AI ini? Baiklah, aku coba jelaskan secara sederhana. 

Chat GPT adalah singkatan dari “Chat Generative Pre-trained Transformer“. Chat GPT adalah sebuah model bahasa alami buatan mesin atau komputer yang dirancang untuk melakukan percakapan dengan manusia dengan cara yang lebih alami dan manusia.

Sedangkan pengertian dari artificial intelligence (AI) secara sederhana adalah komputer yang bisa melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. 

 

Cerita Kehadiran AI yang Menggantikan Pekerjaan Copywriter

 

Ada sebuah cerita dari perusahaan Lexus. Cerita ini kudapatkan dari buku Marketing 5.0 yang menceritakan bahwa perusahaan Lexus menggunakan AI untuk menganalisis kampanye pemenang penghargaan iklan selama 15 tahun terakhir, khususnya di segmen pasar mewah. Tujuannya adalah untuk merancang iklan sedan ES terbaru di televisi. Setelah menggunakan AI untuk menganalisisnya, AI juga yang menulis naskah iklan tersebut. Kemudian Lexus menyewa sutradara pemenang Oscar untuk membuat iklan tersebut. 

Wah, cukup mengkhawatirkan juga, ya, adanya AI ini. Aku pernah selintas berpikir, bagaimana kondisi generasi sekarang jika sistem pendidikan yang ditekankan hanya menekankan pada hafalan? Karena AI bisa lebih jago menghafal daripada manusia. 

 

Kondisi Dunia Kerja Pasca COVID-19

 Dua tahun lebih kita berada dalam kurungan COVID-19 dan kita bisa melihat banyak perubahan besar terjadi, utamanya dalam kondisi dunia kerja. Menurut laporan McKinsey yang berjudul Future of Work After COVID-19, ada tiga tren besar yang terjadi di dunia kerja,yakni:

  1. Remote Work dan Pertemuan Virtual Masih Berlanjut Meski Tak Seintensif Saat Pandemi.

  1. COVID-19 Mendorong Percepatan Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dan Otomasi Lebih Cepat

  1. Lebih dari 25% Pekerja yang Perlu Beralih Pekerjaan Dibandingkan Sebelum Pandemi

Adapun dalam beberapa tahun ke depan pekerjaan pada bidang berikut ini yang akan lebih banyak permintaannya.

Konsep Future of Work

Kini konsep Future of Work (Fow) banyak diperbincangkan dan banyak yang menganggap future of work hanya tentang otomasi dan AI saja. Namun, menurut Deloitte, future of work ini dibangun oleh tiga elemen penting yakni Work (pekerjaan apa saja yang bisa diotomasi), Workforce (siapa yang akan melakukan pekerjaan), dan Workplace (dimana kita bisa menyelesaikan pekerjaan). 

Ancaman dan Potensi Otomasi Menggunakan AI

Setiap perkembangan teknologi akan berimplikasi hilangnya pekerjaan tertentu dan munculnya pekerjaan tertentu. Disini aku akan memperlihatkan ancaman apa saja yang patut kita waspadai dengan adanya AI dan potensi apa yang tersembunyi dibaliknya.

Jika AI Semakin Pintar, Kompetensi Bekerja Apa yang Kita Butuhkan?

Itu pertanyaan yang selalu terngiang di kepalaku dan sebenarnya jawabannya pun sudah disediakan oleh riset dunia. Karena sekalipun canggih, AI bukanlah manusia. Ia tak memiliki empati, perasaan, cinta, dan kasih.


Menurut World Economic Forum, inilah sepuluh keterampilan yang kita butuhkan agar tetap relevan dengan future of work.

Berpikir analitik dan inovasi

Pembelajaran aktif dan strategis

Penyelesaian masalah yang kompleks

Berpikir kritis dan analisis

Kreativitas, orisinalitas, dan inisiatif

Kepemimpinan dan pengaruh sosial

Penggunaan, monitoring, dan kontrol terhadap teknologi

Desain dan membuat program teknologi

Resiliensi, toleransi terhadap stress, dan fleksibilitas

Pemikiran, membuat ide, dan penyelesaian masalah

Talent Gap Pendidikan Indonesia dalam menyiapkan Kebutuhan untuk Future of Work

Miris! Menurut data dari Katadata pada bulan Maret 2022, hanya 20% dari 4000 kampus di Indonesia yang mempunyai program studi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). 


Padahal menurut McKinsey dan Bank Dunia, Indonesia butuh sekitar sembilan juta talenta digital selama 2015 hingga 2030. Dan gap talent yang terjadi setiap tahunnya menurut Kominfo sekitar 400 ribu-500 ribu setiap tahunnya.

Bagaimana Relevansi Kurikulum Internasional Menjawab Kebutuhan Kompetensi Bekerja di Future of Work?

Lalu apa solusinya, dong? Dan bagaimana generasi muda menghadapi ini? Bagi negara solusinya tentu siapkan semakin banyak institusi pendidikan yang menerapkan kurikulum internasional. Bagi kamu yang mau kuliah, maka pilihlah universitas yang punya kurikulum dan pendidikan internasional. 

 

Kurikulum internasional ini menjawab kompetensi bekerja yang dibutuhkan untuk tetap relevan dengan future of work, karena: 

 

  1. Kurikulum pendidikan yang menyesuaikan standar global dan juga update akan tren yang terjadi di dunia internasional.

  2. Mendorong pembelajaran seumur hidup yang bermanfaat bagi peserta didik untuk belajar lebih cepat

  3. Fokus pada keterampilan yang dibutuhkan di masa depan.

Sampoerna University Menjadi Jawaban Untuk Mahasiswa Indonesia yang Ingin Tetap Relevan dengan Future of Work

Kamu tak perlu khawatir dengan masa depan, tugasmu hanyalah mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Dan tak perlu khawatir juga, sekarang ada kampus di Indonesia yang punya kurikulum internasional yakni Sampoerna University.

Agar kamu semakin yakin bahwa Sampoerna University menjadi jawaban yang tepat untuk menyiapkanmu bekal untuk future of work maka poin-poin berikut ini akan semakin meyakinkanmu.

Satu-Satunya Universitas Bergaya Amerika di Indonesia

Bekerja sama dengan University of Arizona

Fakultas Akademi Kelas Dunia

Kurikulum Amerika, Harga Lokal

94% Lulusan Sampoerna University Dapat Kerja Kurang dari 3 bulan

Apa yang Membuat Sampoerna University Berbeda dengan Kampus Lain di Indonesia?

Prinsip Utama Sampoerna University

Kompetensi Utama Sampoerna University

Sudah Siapkah Kamu Menjadi Talenta Unggulan Indonesia yang Tetap Relevan dengan Future of Work?

Pertumbuhan AI yang pesat ini mungkin terlihat jauh jika kita melihat saat ini sesuai perkembangan di negeri ini. Namun, jangan sampai kita hanya menjadi pasar dari AI yang diciptakan oleh talenta dari luar negeri. Sebisa mungkin kita juga harus mempelajari AI ini agar bisa menjadi raja di negeri sendiri bahkan mengekspansi teknologi AI ke luar negeri.

Sampoerna University sangat berperan penting agar kita tak hanya jadi penikmat teknologi, tapi juga pencipta teknologi dengan program STEM (Science, Technology, Engineering, and Math). Untuk melihat program apa saja yang Sampoerna University kamu bisa mengunduh katalog di bawah ini. 

 

Mari menjadi talenta unggulan yang tetap relevan dan berdikari di negeri sendiri.