Tak terasa hampir dua bulan hidupku ditemani oleh bayi kecil nan mungil.
Harapan-harapan untuknya selalu tersematkan dalam doaku.Tak terkecuali dengan impian agar si bayi menjadi anak yang sholeh. Maka sejak awal aku mengajarkan ia banyak hal.
Ketika sedang masa nifas aku yang tak banyak membaca Al Quran karena memang tak boleh memegang Al Quran menggunakan cara murojaah agar keseharianku tetap melantunkan ayat Allah.
Sekali mendayung dua pulau terlampau, aku murojaah dan si kecil menjadi pendengar setia.
Dua bulan ini menjadi masa observasiku terhadap si kecil dan masa adaptasiku dengan si kecil. Aku ingin membuat jadwal harian untuk si kecil seperti cara Ayahnya Musa Hafiz Quran mendidik anaknya. Beliau membuatkan jadwal harian bersama si kecil mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Nah selama masa observasi dan aku masih dalam masa nifas maka aku mencoba membiasakan Salman di pagi hari untuk dzikir pagi dan saat sore hari untuk dzikir di sore hari.
Pada Hari Minggu kemarin, rumahku ramai. Ada Mbak Nadhia, si ponakan kecil tidur di rumahku. Pagi hari memang Salman tidak langsung tidur, ia terjaga dan Nadhia, aku, suamiku ramai-ramai mengajaknya berbincang.
“Mbak Nadhia, ayo Dek Salman diajari dzikir pagi.” Ajakku pada Nadhia.
Nadhia merespon dengan senyum malu. Nadhia yang kini duduk di bangku TK kelas B melontarkan syarat.
“Ayo, tapi sama Mba Lala ya.”
Aku pun mengangguk setuju.
Kita berdua dzikir pagi bersama sembari men-talqin Salman.Aku men-talqinnya sembari menyentuh sekitar bibirnya dan berinteraksi mata dengannya.
MasyaAllah dia terlihat senang sekali dan mulutnya seakan ingin menirukan lantunan dzikir.
Semoga kelak Salman selalu membiasakan diri untuk dzikrulloh mengingat Allah. Karena hanya dengan mengingat-Nya hati menjadi tenang.