Cahaya rembulan telah membulat di angkasa. Cahayanya menembus dalamnya lautan. Terlihat dua penyu dewasa terus bergerak menuju darat. Mereka berjalan perlahan demi perlahan mencari tempat dimana si betina bertelur.
Sudah dua bulan, kini saatnya mereka menjemput anak-anak mereka di sarangnya. Ketika sampai di pinggir pantai di tempat si betina bertelur, terlihat anak-anaknya sedang berusaha keluar dari sarang pasir.
“Anak-anakku ayo kita pulang.” Seru ayah penyu pada anak-anaknya.
“Hore, kita akan pulang ke rumah.” Seru anak-anaknya bersemangat.
Orang tua penyu bersama kelima anaknya berjalan perlahan dipandu cahaya bulan menuju ke laut. Sesekali si anak penyu hampir ketinggalan rombongan karena terganggu dengan cahaya lampu yang ada di sekitar pantai.
“Ayo nak, nanti kamu bisa tertinggal.” Seru ibunya pada anak-anaknya.
“Iya bu, kenapa cahayanya banyak sekali, aku jadi bingung bu.” jawab salah satu anaknya.
“Tenang nak, nanti di rumah kita tak akan ada cahaya sebanyak ini, yang ada hanya cahaya rembulan. Itu saja hanya sebulan sekali.” Ucap ayahnya menenangkan dan mengiringi anak-anaknya agar tak terganggu dengan cahaya lain.
Pelan jalan mereka namun mereka segera masuk ke dalam laut. Anak-anak kegirangan karena mereka sebentar lagi akan berada di rumah mereka. Mereka terus mengamati benda-benda yang ada di laut.
“Wow, sungguh indah lautan. Aku tak sabar melihat rumah kita.” seru salah seorang anak.
“Tenang nak, tak akan lama lagi kita sampai di rumah.” Ayahnya menenangkan.
Tiba-tiba tak lama setelah adanya rombongan plankton , datang benda-benda aneh beraneka rupa dan ukuran menghalau perjalanan mereka. Sang anak mengendus-endus benda-benda yang datang itu dan tak sadar memakan benda-benda itu.
Ayah dan ibunya yang sedang melahap plankton dan beberapa ubur-ubur tak sadar bahwa anak mereka sedang memakan benda yang berbahaya, plastik.
“Ibu makanan di laut baunya dan rasanya enak ya.” Seru salah seorang anak.
“Memang seperti itu di laut nak, eh sebentar, planktonnya kan adanya hanya di sebelah sini, bukan ditempat kalian duduk tadi. Lantas apa yang kalian makan?” Tiba-tiba ibunya menjadi cemas.
Anak-anak yang polos pun juga kebingungan.
“Kami makan ini bu.” Mereka menunjukkan sampah-sampah plastik yang sedari tadi dimakannya.
“Apa! itu bukan makanan nak. Kalian sudah makan sejak tadi?”
Mereka mengangguk.
“Itu sampah plastik nak, bukan makanan kalian!” Sang ayah tak kalah cemasnya.
“Ayo, hentikan makannya! ” Perintah ayah dan ibu kompak.
Mereka pun menghentikan makan plastik dan segera memuntahkan apa yang masih bisa dimuntahkan.
Untunglah anak-anak penyu tidak apa-apa. Mereka pun segera melanjutkan perjalanan di tengah lautan yang penuh sampah plastik yang mengambang.
Suasana laut tak seindah awal perjalanan tadi, berbagai barang-barang plastik mengambang membuat pemandangan menjadi tak indah. Tak lama kemudian rumah mereka sudah terlihat.
“Anak-anak lihatlah rumah kita sudah ada di depan.” Sorak sang ayah gembira.
“Hore!” Mereka bersorak gembira.
Baru saja mereka hendak menuju ke rumahnya tiba-tiba, Boom!
Ada bahan peledak yang menghancurkan rumah mereka, bahan peledak itu berasal dari manusia yang hendak cepat-cepat menangkap ikan.
Rumah si penyu yang begitu indah hancur dalam sekejap menyisakan kepedihan di hati orang tua penyu dan anak-anaknya.
“Mengapa manusia begitu kejamnya pada kita? mengapa mereka menghancurkan rumah kita?” Ucap seorang anak penyu sedih.
Mereka semua hanya bisa rela melihat rumahnya hancur dan lingkungannya tercemari.
Kampanye Video Turtle Journey dari Greenpeace UK
Cerita diatas terinspirasi dari sebuah video kampanye yang dibuat oleh Greenpeace UK yang berkolaborasi dengan Aardmans Animations.
Video tersebut dibuat atas keprihatinan karena adanya kerusakan iklim, plastik, pengeboran minyak dan penangkapan ikan besar-besaran dengan menggunakan bahan peledak.
Videonya sangat menyentuh hati, untuk videonya bisa kamu lihat disini:
Cerita dari video turtle journey itu menceritakan tentang perjalanan penyu yang akan pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan ada banyak halangan yang menghadang seperti adanya ikan hiu, sampah-sampah, pengeboran dan adanya peledak untuk menangkap ikan.
Fakta Pengaruh Sampah Plastik Bagi Kehidupan Biota Laut
Webinar Perubahan Iklim sumber: Instagram @kbr.id |
Penyu Kecil Sumber: pexels.com |
Fakta Sampah Popok Sekali Pakai
Popok Sekali Pakai sumber: pexels.com |
Infografis Bahaya Sampah Popok Bagi Lingkungan sumber: tirto.id |
Dampak sampah popok terhadap lingkungan itu bisa mempengaruhi reproduksi biota air, menurunkan kemampuan menetas pada telur ikan dan membawa bakteri E-coli. Wah ngeri kan ya?
5 Alasan Menggunakan Clodi
Cloth Diaper (Clodi) sumber : pixabay.com |
Apa alasanku menggunakan clodi untuk baby Salman? Berikut ini alasan yang membuatku bisa istiqomah hingga si baby umurnya hampir 9 bulan masih menggunakan clodi dan belum pernah sama sekali menggunakan popok sekali pakai.
1. Bisa Dipakai Berkali-kali
2. Ikut Menjaga Bumi
3. Lebih Menghemat Pengeluaran
4. Lebih Ramah Kulit
5. Bisa Mendidik Pra Toilet Training
KESIMPULAN
- https://tirto.id/bahaya-sampah-popok-sekali-pakai-untuk-lingkungan-dan-kesehatan-cQoQ
- https://www.mongabay.co.id/2018/01/28/suarakan-bahaya-sampah-popok-sungai-brantas-ke-kementerian-sampai-istana-presiden/
- https://www.greenpeace.org/indonesia/cerita/4517/turtle-journey-menunjukkan-kepada-kita-pentingnya-perlindungan-lautan
14 comments
Masya Allah…senang baca cerita tentang penyu itu. Reminder ini bagi saya dan semua untuk makin peduli menjaga bumi.
Btw, 15 tahun lalu saat anak sulung saya bayi, saya pakai diapers hanya saat pergi-pergi. Selebihnya ya popok kain biasa karena jaman itu belum marak clodi.
Lima tahun kemudian giliran adiknya bayi, sampai usianya 2 tahun saya tinggal di Amerika. Di mana di apartemen ada aturan tentang kebersihan, dll. Belum lagi nyuci memang pakai washer dryer. Jadi dua tahun itu nyaris full diapers. Syukur kini ada clodi yang ramah lingkungan pun punya banyak keuntungan. Semoga makin banyak orang tua yang peduli memakaikannya ke bayi demi menjaga bumi
Tidak hanya sampah di lautan mbak yang bikin sedih. Masih banyak juga orang yang membuang sampah di sungai, selokan, bahkan parit untuk pengairan sawah, alhasil ketika hujan deras, sampah-sampah itu meluap memenuhi jalanan sampai kotor sekali. Saya juga memakai clodi waktu anak ketiga, baru nemu soalnya. Alasannya juga hampir sama dengan mbak. Paling tidak kita mulai dari diri kita sendiri ya mbak untuk menjaga kelestarian lingkungan, terutama dengan mengurangi sampah plastik.
Kepraktisan yang ditawarkan popok sekali pakai ternyata tidak baik yang mba untuk lingkungan. Reminder buatku yang masih punya balita. Saya dulu sempat pakai clodi tapi hanya di 6 bulan pertama anak lahir, setelahnya full pospak. Setelah baca tulisan Mba Nabila jadi tersadar rupanya clodi masih jauh lebih baik.
Duh jadi teringat anak saya yang belum juga lulus toilet training, alias mamaknya terlampau sok sibuk sendiri nih.
Anak saya pakai popok sekali pakai pula, kebayang deh udah berapa sampah atau limbah yang dia sumbangkan, semoga anak saya segera lulus TT deh, biar nggak lagi nyumbang limbah popok 🙂
Jadi ingat clodi punya anak saya saat masih batuta. Sampai sekarang masih ada, saya simpan dengan baik karena memang bisa dipakai ulang. Bisa ikut berkontribusi meski dengan hal kecil sekalipun ya
bener ya mba, sampah popok tuh bikin sedih lihatnya. tapi kita masyarakat juga banyak yang belum paham nih celana popok begini. kalau ponakan juga udah pakai. tapi mungkin untuk sebagian orang lebih nyaman pakai pokok sekali pakai.
duh reminder banget buat aku, anak keduaku malah banyak pakai pospak karena blm bs meluangkan waktu buat nyuci clodi. padahal udh sedia klodi, bismillah bulan ini siap siap hijrah lg ke clodi
MasyaAllah … Menginspirasi sekali, Mbak.
Dulu saat sulung lahir, saya menggunakan popok sekali pakai. Alasannya ya itu, biar nggak ribet. Egois sekali, ya. Saya baru kenal clodi saat anak kedua lahir. Dihadiahi oleh sahabat lama semasa SMP. Dia yang tahu kondisi saya sedang sulit secara ekonomi nggak mau saya terbebani dengan biaya membeli popok sekali pakai. Itu sebabnya dia memberikan satu lusin clodi. Bayangin, banyak banget itu! MasyaAllah … Alhamdulillah …
Jadi deh, anak kedua pakai clodi sampai dia lulus toilet training.
Zaman dulu sih memang belum usum diapers sih. Mahiil banget. Aku ya pakek popok bikin sendiri sih. Trus ya pakein celdal aja. Memang jadi udh lulus TT sebelum 2 thn. Sekarang serba praktis, tetapi ternyata sampahnya numpuk…Semoga pada milih clodi aja ya. Lebih repot sih, tapi demi keberlanjutan lingkungan…
Menggunakan clodi adalah cara nyata yg bisa dilakukan ibu buat mengatasi perubahan iklim ya mbak.
Cara yg sederhana tapi bermakna
Aku agak telat nih memakaikan clodi ke anak. Baru pas umur setahunan pakai, itu juga masih mix sama popok sekali pakai. Aku mendukung sekali penggunaan clodi sih, agar mengurangi sampah. Begitu juga dengan menstrual pad
Ya Allah kasihan ya penyunya. Jadi merasa bersalah karena masih belum optimal menjaga bumi. ANak yang kedua waktu baby alhamdulillah pakai clody meski nggak setiap hari. Makanya pas toilet training terasa lega karena bisa mengurangi sampah di bumi.
Enak lo zaman skrg udah banyak pilihan clodi, bagus2 pulak ya. Aku aja gemes. Dulu zaman anak2ku bayik, adanya hanya popok plastik. Jadi bikin sendiri bagian yg diinsert itu pakai kain lembut. Masangnya pun kudu terlatih, krn kalo enggak, bisa bocor dan gak rapi.
Ulasan yang jadi masukan untukku pribadi, saat ini masih termasuk pengguna popok sekali pakai.
Saat ini sudah mulai mentatur anak bayi..semoga langkah ini bisa mengurangi sampah popok sekali pakai dari keluarga kami.