Peran Influencer dalam Mengampanyekan Sustainable Fashion untuk Mewujudkan Sustainable Living

Delapan tahun yang lalu, kecamatan tempatku berduka. Kecamatanku kehilangan satu dusunnya karena tanah longsor. Ya, tepatnya 12 Desember 2014, telah terjadi bencana tanah longsor yang menimbun satu dusun hingga memutus jalan raya provinsi. Bencana itu terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Bencana itu membuat lebih dari seratus orang kehilangan nyawanya, bahkan bukan hanya penduduk dusun yang tertimbun longsor. Kendaraan yang lewat pun ikut jadi korbannya.

Lokasi bencana itu tak jauh dari rumahku, yakni sekitar 4 km dari rumahku. Setelah kejadian, sekitar rumahku sudah ramai, orang-orang dievakuasikan hingga ke GOR SMA yang ada di dekat rumahku. Tak terbayangkan paniknya saat itu ditambah suhu dingin yang mencekam. Karena kejadian itu terjadi saat menjelang magrib. Relawan pun turun saat setelah magrib mencari apa yang bisa diselamatkan.

Daerah tempatku tinggal ini berada di pegunungan dan ketika curah hujan tinggi, musibah tanah longsor selalu mengancam. Sebelum bencana ini pun, ada beberapa kejadian tanah longsor besar yang memakan banyak korban jiwa.

Selain tipologi tanah, penyebab longsor di Dusun Jemblung itu menurut BNPB adalah karena budidaya pertanian yang tidak mengindahkan konservasi alam.

Bencana tanah longsor itu banyak mengundang perhatian seluruh Indonesia, bahkan Pak Jokowi sampai mendatangi wilayah musibah. Relawan pun banyak berdatangan dari mana saja. Bantuan pun tak terhitung banyaknya.

Saat itu, hal yang membuat miris adalah bantuan pakaian bekas yang menumpuk. Pakaian-pakaian bekas itu selain menumpuk, terbuang begitu saja di lahan belakang pom bensin di mana lahan belakang pom bensin itu adalah jurang.

Saat itu aku begitu miris akan pakaian bekas sumbangan dari orang-orang penjuru Indonesia harus terbuang begitu saja. Ada banyak faktor penyebabnya, bisa jadi ada yang kurang layak pakai dan alasan lainnya.

Dan kejadian pakaian bekas yang menggunung dan akhirnya menjadi sampah menjadi hal yang lumrah di daerah bencana.

Mengingat hal itu, aku jadi teringat berapa banyak sampah pakaian bekas yang dihasilkan penduduk di muka bumi ini? Dan jika dibuang begitu saja bukankah akan mengotori lingkungan bahkan membahayakan?

Fakta Mengejutkan! Pakaian yang Kita Pakai Bisa Berkontribusi Membahayakan Bumi

Berbicara tentang gunungan pakaian bekas yang berakhir menjadi sampah di tempat bencana ternyata itu hal yang biasa. Selain itu, gunungan sampah pakaian bekas itu tak hanya berakhir di tempat bencana, bahkan berakhir sampai di tempat pembuangan akhir (TPA) atau orang luar menyebutnya sebagai landfill.

Negara yang paling sering menampung jutaan ton pakaian bekas dari seluruh penjuru dunia adalah negara Chili, Pakistan, dan Ghana. Negara-negara ini wilayahnya ada yang menjadi kuburan bagi sampah pakaian bekas dari berbagai negara di dunia ini.

Seperti di Ghana misalnya, di ibukota Accra terdapat pasar yang menjual pakain bekas. Biasanya yang datang bentuknya dalam bentuk bal di dalam kontainer. Penjual akan membeli pakaian dalam bal itu. Namun, sayangnya mereka tidak bisa memilihnya. Dan sebagian besar pakaian bekas itu sudah tidak bagus. Pakaian bekas itu bila digunakan dua kali saja sudah rusak. Akhirnya pakaian itu berujung dengan dibakar dan ditumpuk di tempat pembuangan akhir.

Sama halnya yang terjadi di Gurun Atacama yang ada di Chile. Gurun indah ini kini menjadi kuburan sampah fashion buatan China dan Bangladesh yang tadinya dijual di Amerika, Eropa, dan Asia.

Bahkan saking banyaknya sampah itu, Rosario Hevia dari Ecotex pernah mengatakan bahwa ia pernah mendengar bahwa pada bulan Agustus 2020, pembuangan pakaian yang ada di gurun Atacama dapat dilihat dari satelit luar angkasa. Wah, sampah pakaian memang tak main-main, bukan?

Produksi fashion di dunia memang dari tahun ke tahun terus meningkat. Ini berimbas pada sampah fashion yang terus meningkat. Melihat data di Amerika saja menurut data dari United States Environmental Protection Agency, inilah data pengolahan limbah tekstil atau fashion dari tahun 1960-2018.

Data Pengolahan Limbah Tekstil di Amerika. Sumber: United States Protection Agency

Dari tabel diatas, kita bisa melihat sampah atau limbah tekstil yang dihasilkan dari tahun ke tahun meningkat cukup signifikan,bahkan lihatlah perbandingan antara limbah yang bisa didaur-ulang dan yang berakhir di TPA (landfilled). Ternyata limbah tekstil ini banyak yang berakhir di TPA.

Ingin tahu fakta yang mengejutkan terkait kemana larinya pakaian bekas yang sudah kita buang? Mengutip dari theroundup.org dengan mengambil data berbagai sumber seperti UNEP, Global Fashion Agenda, Ellen MacArthur Foundation, dan Science Advance, data ini sungguh mengejutkan!

Fakta limbah pakaian bekas. Sumber: theroundup.org

Bila dirangkum menjadi beberapa poin, inilah fakta mengejutkan lainnya.

  • Setiap tahun ada kurang lebih 100 miliar pakain baru diproduksi
  • Setiap tahun dunia memproduksi 92 juta ton sampah pakaian
  • 60% bahan pakaian baru sesungguhnya adalah plastik
  • Produksi tekstil menyumbang sampah plastik sebanyak 42 juta ton dan berkontribusi menambah polusi mikroplastik di lautan sebesar 9% setiap tahunnya.
  • 87% bahan dan serat yang digunakan untuk membuat pakaian akan berakhir di insinerator atau tempat pembuangan sampah atau setara satu muatan truk setiap detiknya.
  • Hanya satu persen pakaian yang didaur ulang menjadi pakaian baru.

Wow! Fakta yang mengejutkan, bukan? Nah, itu kan di dunia, lantas bagaimana di Indonesia?

Di Indonesia sendiri mengutip informasi dari Harian Republika, data dari sistem informasi pengolahan sampah nasional (SIPSN) pada tahun 2021 menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah pakaian atau setara 12% dari limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga ini sendiri memberikan kontribusi komposisi sampah terbesar di Indonesia sebesar 42,12%.

Dan tahukah kamu berapa banyak limbah pakaian yang bisa didaur ulang? Ternyata hanya 0,3 juta ton saja. Sungguh miris bukan?

Apa sebenarnya penyebab dari fakta mengejutkan diatas? Penyebab utamanya adalah daya konsumsi yang tinggi pada produk fast fashion.

Apa itu Fast Fashion?

Fast fashion ini merujuk pada istilah produksi pakaian yang begitu cepat dengan skala besar dan juga modelnya berubah sesuai dengan musimnya. Sehingga, jika ada kelebihan produksi akan menimbulkan sampah yang banyak juga seperti berakhir di gurun Atacama.

Apa yang membuat fast fashion ini berbahaya? Jawabannya ada pada bahan pembuatnya yang sintetis, susah terurai di tanah, dan yang lebih berbahaya adalah jika mengandung plastik. Bahan yang mengandung plastik ini bila dicuci akan menghasilkan mikroplastik yang bisa mencemari air.

Nah, mirisnya sekarang banyak banget pakaian yang dijual murah dan ternyata bahannya adalah bahan sintetis. Apa saja bahan sintetis itu? bahan sintetis itu ada yang namanya nylon, polyester, dan acrilic.

Sekarang kalau kita lihat di TikTok, banyak sekali yang berjualan pakaian dan laris yang ternyata bahan utamanya adalah polyester. Apa sih bahanyanya polyester ini?

Kain polyester ini bila tidak dibakar ujungnya, akan berakhir di pembuangan sampah dan berabad-abad lamanya akan mengotori bumi karena tidak bisa terurai. Bahkan menurut World Resource Institute, bahan polyester ini bisa melepaskan emisi gas setara dengan 185 pembangkit listrik tenaga batu bara setiap tahunnya.

Sungguh hal yang mengerikan, bukan?

Sustainable Fashion Menjadi Solusi Menyelamatkan Lingkungan dari Limbah Pakaian

Kita sudah berbicara fakta mengejutkan dan akibatnya bagi lingkungan, lantas apa yang harus dilakukan?

Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah beralih dari fast fashion ke sustainable fashion.

Apa itu sustainable fashion? Sustainable fashion ini menurut Asian Pacific Rayon adalah sebuah gerakan yang mengajak masyarakat untuk beralih menggunakan pakaian yang menghormati lingkungan dan komunitas di mana pakaian tersebut diproduksi.

Kalau deskripsi sederhana dariku, sustainable fashion ini adalah sesederhana kita memperhatikan pakaian yang kita pakai, apakah pakaian kita ini bisa dipakai dalam waktu yang lama, apakah bahannya cukup aman untuk lingkungan, dan membeli sesuai kebutuhan serta tidak konsumtif.

Sustainable fashion ini menjadi salah satu solusi untuk menyelamatkan bumi dari limbah pakaian karena sustainable fashion ini adalah gerakan untuk mengajak masyarakat menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang mudah terurai dan tak mengandung plastik atau bahan sintetis lainnya yang bisa merusak lingkungan.

Nah, sebenarnya aku sendiri ingin sekali menerapkan sustainable fashion ini. Namun, aku masih bingung di mana harus membeli pakaian yang bahannya bisa benar-benar mudah terurai dan ramah lingkungan. Karena edukasi terkait hal tersebut masih sangat minim.

Di sosial media sudah ada beberapa influencer yang membahas masalah sustainable fashion ini, tapi tak semasif konten yang terus menyuguhkan produk-produk fast fashion.

Dari Sustainable Fashion Menjadi Sustainable Living

Akhir-akhir ini rasanya banyak sekali masalah lingkungan yang terjadi, seperti yang paling ramai adalah terkait masalah polusi udara, apalagi di Jakarta. Ketika aku berada di Jakarta, dari pagi sampai siang, tak kudapati langit biru, yang ada hanyalah langit berkabut, tapi bukan kabut dengan artian sesungguhnya, kabut itu adalah polusi udara.

Apa yang terjadi jika udara terus memburuk? Maka sudah dipastikan akan muncul beragam penyakit yang berbahaya bahkan mematikan bagi manusia.

Lantas apa yang terjadi jika fast fashion terus masif diproduksi dan menghasilkan sampah yang terbengkalai? Air tercemar, udara tercemar, emisi karbon semakin banyak, bumi semakin panas, perubahan iklim, bencana terjadi dimana-mana dan ujungnya adalah kehancuran bumi itu sendiri. Lantas, di mana manusia akan tinggal?

Sayangnya semenjak revolusi industri segala aktivitas yang manusia lakukan justru membuat bumi semakin rusak. Apa sajakah itu?

  1. Plastik sekali pakai yang kita gunakan
  2. Baju yang kita gonta-ganti setiap harinya
  3. Apa yang kita pilih untuk makan 
  4. Transportasi yang kita pilih untuk sekolah dan kerja

Pilihan-pilihan yang kita ambil itulah yang disebut gaya hidup, atau gaya hidup itu berdasarkan apa yang kita jalani dalam hidup dan berhubungan dengan orang lain. 

Ada pernyataan menarik dari UN Secretary-General, Antonio Gueterres mengatakan bahwa

“Kita itu terlalu banyak meminta pada alam untuk mempertahankan gaya hidup yang membuat alam menjadi tak berkelanjutan. Namun, sayangnya sistem yang alam buat tidak bisa terus-menerus memenuhi permintaan kita.”

Dan akibat dari aktivitas manusia, planet bumi kita ini sedang menghadapi tiga krisis yakni krisis perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Untuk itulah dunia makin perhatian dengan menerapkan Sustainable Development Goals.

Sustainable Development Goals itu tak akan tercapai tanpa dukungan kita sebagai individu. Sebagai individu apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa menerapkan sustainable lifestyle atau sustainable living. Mari kita menyebutnya sustainable living, cara hidup yang berkelanjutan.

Ada definisi yang aku sukai terkait sustainable lifestyle atau sustainable living ini menurut UNEP 2016.

Sustainable lifestyle atau sustainable living adalah sekumpulan kebiasaan dan pola perilaku yang tertanam dalam masyarakat dan difasilitasi oleh lembaga, norma, dan infrastruktur yang membingkai pilihan individu, untuk meminimalkan penggunaan sumber daya alam dan timbulan sampah, sekaligus mendukung keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat semua.”

UNEP 2016

Dari definisi itu untuk membentuk gaya hidup baru yang berkelanjutan atau sustainable living perlu adanya kolaborasi baik dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.

Dalam tulisan ini, aku ingin fokus terkait bagaimana peran masyarakat khususnya influencer untuk mempengaruhi dan mengkampanyekan sustainable living melalui sustainable fashion.

Mengapa Influencer?

Untuk membuat masyarakat masif berpindah dari fast fashion ke sustainable fashion demi mewujudkan cara hidup yang berkelanjutan, kita bisa meniru bagaimana budaya konsumerisme dengan sengaja dibentuk.

Alur konsumerisme yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Sumber: Materi belajar sustainable lifestyle UNSSC

Menurut UNSSC inilah alur bagaimana konsumerisme bisa menimbulkan degradasi lingkungan seperti sekarang ini.

Semua ini berawal dari advertising atau iklan yang terus muncul di layar televisi kita, sosial media, atau iklan luar ruangan yang terus menyuguhi kita dengan beranekaragam produk terbaru, promo, diskon, dan sebagainya.

Dari iklan itulah pemahaman masuk ke dalam diri manusia bahwa kebahagiaan dan kehidupan yang baik bergantung pada kekayaan dan konsumsi. Sehingga untuk mendapatkan kekayaan atau meningkatkan konsumsi, manusia akan secara tidak langsung didorong untuk terus bekerja menghasilkan uang dan menghabiskannya untuk konsumsi lebih banyak.

Apa dampak dari semua itu? Dampaknya adalah degradasi lingkungan dan iklim karena produk-produk yang dihasilkan di pabrik seringkali tak mengindahkan keberlanjutan lingkungan.

Nah, terus apa, dong, hubungannya dengan influencer? Ok, tunggu sebentar, akan ada bagan berikutnya dan masih penjelasan dari UNSSC.

Wujud lain periklanan. Sumber: Materi belajar sustainable lifestyle UNSSC

Nah, jika diawal kita belajar alur bagaimana konsumerisme terbentuk, maka bagan di atas adalah bentuk lain dari periklanan. Kini kita makin terpapar oleh iklan lebih dalam bahkan terpersonalisasi seperti lewat fitur belanja yang bisa mengirimkan push notification personal.

Belum lagi adanya influencer yang terus meracuni kita membeli baju-baju lucu dan murah, tanpa kita tahu apa dampaknya untuk lingkungan.

Empat hal tadi digital advertising, influencer marketing, shopping features, dan social media menjadi pendorong hebat terbentuknya gaya hidup. Apalagi sekarang influencer marketing makin gencar karena memang pengaruh seorang influencer begitu dahsyatnya dalam keputusan belanja seseorang.

Seperti data yang disajikan oleh We Are Social terkait pendorong utama seseorang berbelanja online. Ternyata review dari orang lain atau bisa kita sebut review dari para influencer menjadi faktor ketiga terbesar.

Pendorong belanja online. Sumber: We Are Social

Dan apa yang biasanya mereka beli secara online? Jawabannya salah satunya adalah membeli fashion atau pakaian. Seperti pada data dari We Are Social berikut ini.

Kategori barang belanja online. Sumber: We Are Social

Untuk itu influencer menjadi peran penting untuk bisa mengerem konsumsi fast fashion. Karena selama ini masyarakat belum teredukasi dengan bahayanya fast fashion sehingga keputusan pembelian pakaian hanya berdasarkan faktor apakah bagus jika dipakai dan murah harganya.

Influencer yang aku maksud pun bukanlah yang harus artis besar, setiap kita adalah influencer yang bisa memberikan pengaruh kepada orang-orang terdekat kita.

Karena dalam dunia marketing pun, para brand kini juga fokus berburu nano influencer yang follower-nya dibawah 10.000 untuk lebih meningkatkan awareness.

Begini Cara Influencer Membawa Dampak Masif Penerapan Sustainable Fashion untuk Mewujudkan Sustainable Living

Semakin tumbuh pesat platform social media memunculkan banyak influencer baru dengan berbagai ciri khas. Mereka juga membawa pengaruh akan produk apa saja yang mereka pakai.

Bahkan dengan ramainya affiliate marketing yang ada di TikTok membuat setiap orang berlomba menjadi influencer. Hanya saja bila kaitannya dengan pakaian, banyak yang mengedepankan nilai murah sebagai penarik agar orang tertarik membeli pakaian. Dan tak ada edukasi terkait apakah pakaian ini nantinya bisa berakibat mencemari lingkungan atau tidak.

Jika kamu yang membaca tulisan ini dan berniat menjadi influencer maka jadilah influencer yang membawa pesan mengajak untuk menerapkan sustainable living salah satunya dengan beralih ke sustainable fashion. Caranya bagaimana? Yuk simak!

1. Mengedukasi Bahaya Fast Fashion yang Tidak Baik Untuk Lingkungan

Salah satu cara memberikan awareness untuk beralih dari fast fashion ke sustainable fashion adalah dengan mengedukasi apa bahaya dari fast fashion ini.

Aku cukup teredukasi hal ini melalui seorang influencer di TikTok, beliau merupakan salah satu dosen fashion yang sangat peduli akan isu sustainable fashion. Dalam kontennya beliau menceritakan hal buruk fast fashion seperti tragedi Rana Plaza di Bangladesh.

Rana Plaza ini merupakan pabrik garmen dan saat itu runtuh yang alhasil merenggut lebih dari seribu nyawa. Selain tragedi Rana Plaza, beliau juga menceritakan betapa karyawan yang memproduksi fast fashion ini tak dibayar dengan baik.

2. Mengedukasi Apa Itu Sustainable Fashion dan Bahan Pakaian Apa yang Masuk Kategori Sustainable Fashion

Jujur, aku masih sangat minim informasi terkait bahan pakaian yang masuk dalam kategori sustainable fashion. Influencer bisa mengedukasi bahan apa saja yang masuk kategori sustainable fashion dan fast fashion.

Perbedaan utamanya sebenarnya bahan dasar atau bahan baku kainnya. Kalau fast fashion bahan bakunya terbuat dari zat-zat buatan atau serat sintetis yang susah terurai. Sedangkan sustainable fashion itu bahan bakunya terbuat dari selulosa kayu, serat alami yang dapat terurai secara hayati dan tidak mengandung plastik.

Salah satu contoh kain yang masuk sustainable fashion adalah kain viscose rayon. Kain viscose rayon ini jadi favoritku, lho. Karena bahannya memang seadem itu.

3. Tak Hanya Mengedukasi Terkait Bahan Pakaian, Tapi Juga Cara Produksinya

Dalam upaya mengedukasi sustainable fashion, tak terbatas pada jenis bahan saja. Namun, juga edukasi cara produksinya. Misalkan bahannya sudah bagus dan masuk sustainable fashion, tapi proses produksinya menggunakan zat kimia berbahaya dan bahan bakunya mengambil dari hutan yang tak dijaga maka itu tak bisa disebut sustainable fashion.

Pakaian yang mendukung sustainable fashion ini prosesnya pun harus berkelanjutan. Seperti yang dilakukan oleh Royal Golden Eagle. Royal Golden Eagle ini perusahaan korporasi besar yang mengelola sekelompok perusahaan manufaktur berbasis sumber daya dengan operasi global.

Lingkup pekerjaan Royal Golden Eagle ini mencakup dari hulu ke hilir, yang terdiri dari pengembangan dan pemanenan sumber daya berkelanjutan, hingga hilir, di mana perusahaan kami menciptakan beragam produk bernilai tambah untuk pasar global.

Salah satu anak perusahaan dari Royal Golden Eagle adalah Asia Pacific Rayon (APR) yang memproduksi viscose rayon.

Asia Pacific Rayon (APR) adalah produsen viscose rayon terintegrasi pertama di Asia mulai dari perkebunan hingga serat viscose. APR memproduksi viscose rayon alami dan biodegradable untuk produk tekstil dan kebersihan pribadi.

Nah, proses pembuatan viscose rayon dari APR pun sangat diperhatikan agar tak merusak lingkungan. Seperti bahan mentah yang mengambil dari hutan pun bukanlah hutan sembarangan, tapi berasal dari hutan tanaman yang dikelola secara berkelanjutan di Indonesia dengan menggunakan spesies pohon yang tumbuh cepat dan unggul dalam penyerapan karbon dan pelepasan oksigen. Pohon dipanen setiap lima tahun sebelum ditanam kembali, untuk memastikan pasokan bahan mentah terbarukan secara konstan.

Secara singkat berikut ini alur pembuatan viscose rayon,

Alur pembuatan viscose rayon. Sumber: Sateri.com

Apakah di APR proses produksinya menggunakan bahan kimia? Tentu saja ada proses kimianya. Namun, APR berusaha mengelola emisi dari penggunaan bahan kimia itu.

Dengan proses manufaktur loop tertutup, APR dapat memulihkan 90% bahan kimia yang telah digunakan dalam produksi. Sebagian besar pabrik APR didukung oleh energi yang dihasilkan dari biomassa terbarukan.

Untuk memperoleh bahan baku pun APR mengandalkan sumber daya lokal sehingga tidak melakukan mobilitas yang jauh.

Kemudian, perlu adanya edukasi bahwa sustainable fashion itu memberdayakan komunitas atau masyarakat. Seperti yang APR lakukan, selain memberikan lapangan kerja, APR juga berkolaborasi dengan produksi kain batik tradisional untuk membantu mereka menggunakan bahan viscose dan pewarna alami yang ramah lingkungan.

Selain itu, untuk membuktikan bahwa APR ini adalah mendukung sustainable fashion, APR pun melakukan proses sertifikasi.

Seperti untuk kain, perlu dibuktikan bahwa kain itu berasal dari bahan baku yang ditanam di perkebunan atau pertanian berkelanjutan. Dan APR telah terbukti karena sudah tersertifikasi 100% pulp kayunya disertifikasi melalui badan internasional PEFC.

Kemudian APR juga tersertifikasi dari proses pembuatan kain melalui proses yang bertanggung jawab dengan meminimalkan emisi dan penggunaan bahan kimia serta mengutamakan kesehatan dan keselamatan pekerja.

Dan dari segi produk, sudah terbukti dapat terurai karena APR sudah teranugerahi sertifikasi Standar 100 oleh OEKO-TEX

4. Influencer Berkolaborasi dengan Brand Untuk Menghasilkan Produk Sustainable Fashion

Sekarang influencer ada yang membuat brand fashion sendiri. Ada baiknya influencer bisa berkolaborasi dengan mitra atau brand yang tepat untuk menghasilkan fashion unik tapi tetap mengutamakan sustainable fashion untuk gaya hidup berkelanjutan.

Influencer bisa berkolaborasi dengan anak perusahaan Royal Golden Eagle yakni Sateri dan APR untuk membuat produk sustainable fashion.

Produk Sateri pun beraneka ragam yang memang mendukung keberlanjutan lingkungan. Seperti viscose fiber, FINEX atau fiber next.

Fiber Next dalah serat selulosa generasi baru yang inovatif dan mengandung bahan daur ulang. Seperti merek andalan kami EcoCosy®, FINEX™ terbuat dari serat alami berbasis bio yang berasal dari campuran limbah tekstil konsumen sebelum dan sesudah daur ulang, serta pulp kayu bersertifikasi PEFC lainnya dari perkebunan terbarukan.

Aplikasi FINEX ini ada pada produk pakaiann dan tekstil rumah kemudian tisu basah, masker wajah, dan perlengkapan kebersihan lainnya.

5. Influencer Mengajak Untuk Melakukan Paper Upcycling Pada Bungkus Kertas atau Kardus dari Produk Fashion

Nah, sekarang produk fashion banyak yang punya bungkus kertas atau kardus. Oleh karena itu influencer perlu mengajak untuk melakukan paper upcycling pada kertas pembungkus atau kardus dari produk fashion agar tidak terbuang percuma.

6. Membuat Konten Styling Pakaian Lama

Alasan orang terus membeli baju adalah karena merasa pakaiannya itu-itu saja. Nah, ini PR bagi para influencer untuk memberikan inspirasi style baru dengan memanfaatkan baju lama yang sudah kita punya.

Inilah Saatnya Kita Sebagai Influencer Menggalakkan Sustainable Fashion Bersama Royal Golden Eagle

Setelah mengetahui pentingnya sustainable fashion, langkah selanjutnya adalah merangkul pihak produsen yang menghasilkan bahan baku fashion yang berkelanjutan.

Untung, aku bertemu dengan Royal Golden Eagle dan tahu akan anak perusahaannya yakni Sateri dan APR. Semoga suatu saat bisa berkolaborasi dan bermitra membuat produk yang sustainable fashion untuk mewujudkan sustainable living demi menyelamatkan bumi.

Ayo, kita mulai dari diri kita sendiri, karena kita lah influencer yang akan membawa perubahan penyelamatan bumi melalui sustainable fashion.

Referensi:

  1. https://www.dewimagazine.com/news/gurun-atacama-di-chile-pembuangan-pakaian-tak-laku-dari-berbagai-negara
  2. https://theroundup.org/textile-waste-statistics/
  3. https://thred.com/id/gaya/bagaimana-dunia-selatan-menghadapi-krisis-limbah-tekstil/
  4. https://www.epa.gov/facts-and-figures-about-materials-waste-and-recycling/textiles-material-specific-data
  5. https://elounge.unssc.org/
  6. https://wearesocial.com/id/blog/2023/01/digital-2023/
  7. https://news.republika.co.id/berita/rom6n4478/hobi-belanja-dan-hantaman-limbah-pakaian
  8. https://www.aprayon.com/en/media-english/articles/what-is-sustainable-fashion/
0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like